Kondisi umat sekarang ini sudah sedemikian rupa. Krisis multi dimensi dalam tatanan kehidupan beragama semakin terasa. Sosok muslim ideal yang sesuai dengan syariat telah ditinggalkan. Kesalahan-kesalahan dalam pengamalan sehari-hari mereka tampilkan, baik dalam bentuk lisan, amalan atau keyakinan. Dan lebih parah lagi mereka tidak sadar bahwa bila telah melakukan suatu kesalahan.
1. Kesalahan Memahami Kalimat Lailahailallah
Ini merupakan kesalahan esensial di tengah masyarakat muslimin dewasa ini. Mereka mencukupkan kalimat “Laa Ilaha Illallah” hanya di lisan saja tanpa menyadari, bahwa kalimat tauhid ini menuntut perkara-perkara lain.
Oleh karena itu dalam melafazkan kalimat tauhid ini harus ada konsekwensi yang mesti dipenuhi. Yaitu mengesakan Allah yang disertai ketaatan dan ketundukan untuk melaksanakan perintahNya dan mejauhi larangan-laranganNya.
2. Istihzaa’ (Memperolok) Perkara-Perkara Agama
Sebagai misal meperolok-olokkan masalah jenggot, jilbab, menaikkan pakaian diatas mata kaki, Islam sudah tidak relevan dengan zaman karena membatasi kebebasan wanita, hukum waris dan lain sebagainya.
Ketahuilah, jika olok-olokan itu ditujukan kepada syariat maka, sungguh dia telah menjadi kafir dan keluar dari ajaran agama Islam. Karena menghina syariat berarti menghina pembuat syariat, yaitu Allah. Begitu pula ia telah menghina Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Firman Allah, “Katakanlah,Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
[At-Taubah: 65-66] 3. Ungkapan Sebagian Orang, “Ini sudah kehendak takdir”, atau, “Jika zaman sudah berkehendak maka akan menjadi begini dan begini”.
Ini juga merupakan kesalahan yang harus segera ditinggalkan. Karena zaman dan takdir tidak memiliki kehendak. Kehendak dan takdir kepunyaan Allah. Perhatikanlah firman Allah, “Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”. [Al-Furqan: 2] 4. Perkataan yang masyhur dari kalangan ilmuwan atau pelajar yang mempelajari ilmu Biologi, Kimia atau yang lain, “Partikel ini tidak mungkin bisa hancur” atau “Tidak mungkin zat ini akan terbentuk” dan ucapan-ucapan lain yang senada.
Mereka tidak sadar, bahwa ucapan termasuk bathil. Perlu diingat, semua yang ada di alam ini asalnya tidak ada. Allahlah yang menciptakannya dan semua makhluk pasti akan mengalami kehancuran atau kematian. Kemudian Allah hidupkan pada saat yang lain sesuai dengan kehendak Allah. “Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk : 2] Jadi tidak ada satu makhlukpun yang hancur atau tercipta dengan sendirinya. Adapun makhluk yang bakal Allah kekalkan adalah Syurga dan Neraka disertai dengan kenikmatan atau adzab didalamnya, begitu juga dengan penghuninya. Sedangkan yang lain akan mengalami kehancuran. -tiap-tiap yang berjiwa pasti merasakan kematian
5. Mengeluh Dan Mencela Waktu.
Kesalahan seperti ini lebih banyak dilakukan oleh para penyair, seniman dan sastrawan melalui karya-karyanya. Kemudian diikuti oleh masyarakat umum sehingga menjadi suatu yang lumrah di kalangan masyarakat. Contohnya, “Zaman telah menguasaiku” atau “Zaman telah berkhianat” atau “Zaman telah gila” dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas, perhatikanlah penjelasan berikut ini.
Jika yang dimaksud hanya untuk memberikan tentang sifat suatu ‘zaman’, maka hal itu diperbolehkan. Contoh, “Hari ini sangat panas” atau “sangat dingin” dengan syarat tanpa disertai celaan, berdasarkan firman Allah atas ucapan Luth Alaihissallam. “Ini adalah hari yang amat sulit”. [Huud : 77] Jika celaan terhadap waktu diiringi dengan keyakinan bahwa ‘waktu’ adalah penentu terhadap berbagai kejadian (musibah dan bencana), maka hal ini termasuk perbuatan syirik akbar (besar) karena berkeyakinan ada kekuatan atau kekuasaan selain Allah.
6. Ketika seseorang memperingatkan orang lain dengan sunnah terutama yang menyangkut perkara yang zahir seperti, “Pakailah jilbab!” atau, “Peliharalah janggutmu!” atau, “Naikkanlah pakaianmu diatas mata khaki!”, lalu dia menjawab, “Ahh, Hal itu tidak penting yang penting hati dulu.”
Ketahuilah, wahai saudaraku bahwa jawaban itu merupakan jawaban yang keliru, sebab dibalik jawaban itu terselubung niat yang bathil. Sedangkan pada diri orang yang dinasehati tersebut jelaslah tidak menginginkan untuk mengamalkan nasehat dan sunnah. Seandainya hal itu benar-benar ada pada hatinya. Maka secara otomatis anggota tubuhnya akan tunduk dan segera merealisasikan taqwa dalam bentuk amalan.
7. Perkataan sebagian orang setelah terjadi satu kejadian yang tidak di sukai, “Seandainya tadi ini yang dikerjakan tentu terjadi begini dan begini”
9. Salah memahami ‘Ibadah’.
Sebagian orang menyangka bahwa ibadah hanya berkisar pada shalat, puasa, zakat dan haji. Padahal ibadah itu mencakup seluruh cabang-cabang iman yang jumlahnya sekitar tujuhpuluh lebih. “Iman itu ada 70 atau 60 cabang lebih. Yang paling afdhal adalah ucapan laa ilaaha illaallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu termasuk cabang dari iman. [HR. Muslim] Maka jelaslah, bahwa ibadah itu mencakup seluruh aspek kehidupan meliputi aspek mu’amalah, perekonomian, dan persenjataan (yang sesuai dengan syari’at)
10. Munculnya syubhat, “Terkadang kecanggihan teknologi bisa membantah nash (teks) dari Al-Quran maupun dari Hadits.”
Ketahuilah, wajib bagi seorang muslim berkeyakinan bahwa yang ada dalam Al-Quran ataupun Hadits yang shahih tidak mungkin bertentangan dengan teknologi yang benar. Ini merupakan kenyataan yang wajib bagi kita untuk mengimaninya dan membenarkan yang telah dijelaskan Allah dan RasulNya.
11. Masyhurnya beberapa nama yang selayaknya di ganti karena mengandung makna tazkiyah (penyucian) terhadap diri. Seperti: Iman, Rahman, Malikul Mulk, Quddus dan lain sebagainya.
12. Dugaan sebagian orang “Semua perkara itu sudah ditakdirkan, maka kita tidak perlu berdo’a kepada Allah.”
Ini juga termasuk kesalahan yang menyebar di tengah umat.
Tidaklah seorang hamba berdo’a, kecuali Allah akan memberikan satu diantara tiga hal. Yaitu dikabulkan doanya, atau Allah hindarkan dia dari keburukan atau Allah simpan doanya di sisi Allah untuk dia. Mereka berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak do’a” Rasulullah menjawab, “Allah lebih memperbanyak (pengabulanNya).” [HR Tirmidzi] 13. Jawaban seseorang ketika dilarang dari penyimpangan, ia menjawab, “Karena kebanyakan orang melakukannya.”
Ini jelas merupakan suatu kekeliruan, karena tidak mungkin seseorang yang memiliki akal dan pemikiran yang jernih mau terjun ke dalam suatu jurang yang sudah nyata-nyata di depan matanya.
14.Menggantungkan tulisan yang berlafadz Allah dan Muhammad secara sejajar di dinding-dinding rumah, papan-papan atau kitab-kitab dan lainnya.
Hal ini termasuk larangan. Karena memiliki makna menjadikan tandingan bagi Allah Azza wa Jalla. Lebih parah lagi, seandainya yang menyaksikannya dari kalangan orang-orang awam yang tidak mengetahui maknannya. Mereka menganggap bahwa, seolah ada kesejajaran kedudukan antara Allah dan Muhammad.
Dan jika lafadz Muhammad dihilangkan, maka tinggalah lafadz Allah saja. Dan ini juga termasuk kesalahan. Karena berzikir dengan lafadz Allah saja termasuk kekeliruan dalam berzikir.
Oleh karenanya, selayaknya kita meninggalkan hal yang semacam ini (menggantungkan lafadz semacam ini) . Hal ini belum pernah dicontohkan oleh Salaf As-Shalih Radhiyallahu ‘anhum.
15. Persaksian ucapan dengan ‘Syahid’ terhadap orang yang meninggal di jihad fisabilillah. Maka semacam ini termasuk kesalahan juga. Karena hanya Allah-lah yang mengetahui keadaan hati orang tersebut.
Allah yang lebih mengetahui terhadap orang-orang yang jihad fi sabilillah. Kita tidak bisa mengetahui hakekat hati orang yang meninggal tersebut. Apakah benar-benar ikhlas niatnya ataukah tidak ? Sehingga masih berharap dunia. Atau apakah aqidahnya sudah lurus ataukah belum? Selayaknya kita hanya mengatakan sebagaimana yang dikatakan Rasulullah secara umum, “Barangsiapa yang meninggal atau terbunuh di jalan Allah maka dia adalah syahid”.
Oleh karena itu kita dilarang menetapkan seseorang tertentu yang meninggal di jalan Allah dengan sebutan ‘syahid Fulan’. Tetapi hendaknya kita mendoakan dengan mengatakan, “Semoga dia termasuk syahid”, bukan dengan “syahid Fulan.”
16. Merasa ada keberuntungan atau kesialan berkaitan dengan mushaf (al-Qur’an).
Maksudnya, ketika membuka mushaf kemudian menjumpai ayat yang didalamnya ada kebaikan, maka optimis mendapatkannya. Dan sebaliknya, ketika membaca ayat yang didalamnya ada keburukan (adzab), maka merasa pesimis terhindar darinya. Oleh karena itu para ulama melarang hal semacam ini.
17. Penulisan ص atau SAW untuk mempersingkat صلى الله عليه وسلم
Kalangan ulama musthalah hadits, melarang hal ini. Karena termasuk menghilangkan pahala shalawat atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seseorang. Dan seandainya saja seseorang menulis shalawat secara lengkap, maka penulisnya akan mendapat pahala. Begitu pula orang-orang yang membacanya.” Barangsiapa bershalawat kepadaku n satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali kepadanya. [Abu Daud] Maka tidak selayaknya bagi seorang muslim meninggalkan pahala yang besar hanya karena untuk mempercepat dan mempersingkat tulisan.
18. Mengiringi doa dan masyi’ah (kehendak) seperti doa sebagian orang “mudah-mudahan Allah merahmatimu, Insya Allah!” atau “semoga Allah memberikan rizqi kepadamu, Insya Allah !”
Perhatikanlah dua contoh doa di atas sehingga nampak jelas. Maka doa tersebut termasuk larangan jika dalam masyi’ah tersebut, kita bersikap masa bodoh terhadap doa kita (dikabulkan atau tidak terserah Allah Azza wa Jalla) tanpa adanya harapan. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’laiahi wa asallam, “Janganlah salah seorang dari kalian berkata-kata,”Ya Allah ampunilah aku jika engkau berkehendak dan rahmatilah aku jika engkau berkehendak…” [Bukhari kitab Ad-Da’awat 6339, Muslim Kitab Dzikir dan Do’a no. 2679].
19. Mencaci-Maki Syetan.
Hal ini juga termasuk larangan berdasarkan sabda Nabi, “Janganlah kalian mencela syetan dan berlindunglah kepada Allah dari keburukkannya. [As-Shahihah no. 2422 dikeluarkan Ad-Dalimi dan selainnya] Dan perlu diketahui bahwa pencelaan/pencacimakian kita terhadap setan tidak berpengaruh sedikitpun terhadap keputusan Allah karena kita mencaci atau tidak, syetan sudah dilaknat oleh Allah Azza wa Jalla.
20. Merasa akan mendapat sial pada bulan safar, dengan berkeyakinan akan banyak terjadi “bala” sehingga menunda safar (berpergian), pernikahan dan lain-lainnya.
Demikianlah duapuluh kesalahan dalam beraqidah yang telah menyebar dan begitu populer di tengah umat. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan tersebut.
miin. Semoga kita bisa mengambil manfaat darinya.Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar